970x250

PT CWIM Diduga Langgar Hukum di Kawasan Hutan: Jangan Legalkan Kejahatan Lingkungan

Elang3hambalang

banner 120x600
banner 468x60

PEKANBARU – KORAN-PRABOWO.COM

PT Central Warisan Indah Makmur (PT CWIM) diduga menjadi aktor utama dalam perampasan kawasan hutan di Riau melalui praktik perkebunan sawit ilegal yang dibungkus dengan legalitas semu. Tanpa mengindahkan hukum, perusahaan ini berani membuka dan mengelola lahan di zona merah Hutan Produksi Konversi (HPK) tanpa izin pelepasan kawasan maupun dokumen lingkungan yang sah. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa hukum dan kedaulatan lingkungan sedang diinjak-injak oleh kepentingan korporasi yang rakus. Pekanbaru, 8 Mei 2025.

DPP Elang 3 Hambalang Riau mengungkapkan sejumlah fakta hukum dan temuan lapangan terkait berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh PT CWIM, antara lain:

Tidak Memiliki Hak Guna Usaha (HGU): PT CWIM tidak memiliki HGU sebagaimana diwajibkan oleh hukum dalam setiap operasional perusahaan perkebunan berskala besar. Sebaliknya, perusahaan ini hanya memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama perorangan di atas kawasan HPK.

2. SHM Terbit di Zona Terlarang: Legalitas tanah berbentuk SHM yang dimiliki PT CWIM justru diterbitkan di dalam kawasan HPK, di mana seharusnya tidak boleh ada penerbitan SHM tanpa pelepasan kawasan hutan. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya manipulasi administrasi dan penerbitan sertifikat ilegal.

3. Perambahan Hutan: Dengan memanfaatkan SHM ilegal di dalam HPK, PT CWIM diduga kuat melakukan perambahan hutan yang melanggar Pasal 50 dan 78 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

4. Penghindaran Pajak Melalui Skema Nominee: PT CWIM diduga memanfaatkan nama-nama masyarakat sebagai pemilik formal SHM, sementara seluruh kegiatan usaha dikuasai oleh korporasi. Praktik ini berpotensi menjadi bagian dari skema penghindaran kewajiban perpajakan.

5. Tidak Memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP): PT CWIM beroperasi tanpa memiliki IUP yang sah, tidak melaporkan kegiatan kepada otoritas pajak, serta diduga menghindari pembayaran PPh Badan, PBB sektor perkebunan, dan kewajiban perpajakan lainnya.

6. Perbuatan Melawan Hukum dan Kejahatan Korporasi: Semua praktik ini mengarah pada perbuatan melawan hukum (PMH) dan memenuhi unsur tindak pidana korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 97 dan 98 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

7. Manipulasi Dokumen dan Legalitas Semu: Penggunaan SHM atas nama masyarakat yang berada di kawasan hutan menunjukkan indikasi adanya praktik mafia tanah — penguasaan terselubung oleh badan usaha menggunakan nominee.

8. Pelanggaran terhadap UU Lingkungan: PT CWIM tidak memiliki AMDAL sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 22 dan 36 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009. Aktivitasnya tidak hanya cacat hukum tetapi juga rawan menimbulkan kerusakan ekologis.

9. Pelanggaran Terhadap UU Perkebunan: Berdasarkan Pasal 41 dan 42 UU No. 39 Tahun 2014, hanya perusahaan dengan hak atas tanah dan IUP yang sah yang boleh beroperasi. PT CWIM melanggar ketentuan ini secara terang-terangan.

10. Melanggar Tata Ruang dan IMB: Perusahaan ini juga melanggar izin lokasi dan IMB, serta tidak mematuhi ketentuan perizinan berbasis risiko sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

11. Tercantum dalam SK Menteri Kehutanan: Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 36 Tahun 2025, PT CWIM tercatat sebagai subjek hukum yang mengajukan izin pelepasan 470 hektar di kawasan hutan, dengan 66 hektar permohonannya ditolak. Hal ini memperkuat bahwa aktivitas mereka berada di wilayah terlarang.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP Elang 3 Hambalang Riau, Febrian Winaldy, menyampaikan dengan tegas: “Perusahaan ini tidak layak diberi izin karena praktiknya jelas-jelas melanggar berbagai regulasi. Negara tidak boleh tunduk pada kepentingan korporasi yang rakus dan tidak beretika.”

Sementara itu, Markus Van Branco Harianja, S.H. dan Al Qudri Tambusai, S.H., M.H., selaku kuasa hukum DPP Elang Tiga Hambalang Riau, menyerukan: “Pemerintah harus segera turun tangan. Penertiban terhadap seluruh lahan sawit ilegal PT CWIM di kawasan HPK harus segera dilakukan. Ini adalah bentuk penegakan hukum dan perlindungan terhadap hutan negara!”

DPP Elang 3 Hambalang Riau akan terus mengawal kasus ini, mendorong transparansi, dan memastikan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak menerbitkan izin baru atau pelepasan kawasan terhadap perusahaan yang diduga telah berkali-kali melanggar hukum ini.

“Kami tidak akan tinggal diam. Penegakan hukum dan keadilan ekologis adalah harga mati!” tutup Febrian Winaldy.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *